Kategori Artikel
National Urban Forum (NUF) Dashboard capaian implementasi NUA per indikator

Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025
Selasa, 16 Desember 2025

05. Perumahan yang Terjangkau

Keterjangkauan perumahan menjadi isu krusial dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan. Rumah tidak hanya dipandang sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga fondasi bagi kualitas hidup, produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat. Tantangan utama terletak pada bagaimana memastikan setiap orang, terutama kelompok berpenghasilan rendah, dapat mengakses hunian yang layak, aman, dan sesuai standar dengan biaya yang proporsional terhadap pendapatannya. Oleh karena itu, keterjangkauan perumahan tidak bisa dilepaskan dari upaya menghadirkan beragam program penyediaan, skema pembiayaan inovatif, serta jaminan hak kepemilikan tanah yang aman dan inklusif.

Kebijakan perumahan nasional dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian terkait dan program-program strategis, seperti Program Satu Juta Rumah yang kini telah diperluas menjadi Tiga Juta Rumah serta berbagai skema subsidi kredit. Standar kelayakan hidup dalam dokumen kebijakan tersebut menekankan bahwa setiap rumah harus memiliki fasilitas dasar (sumber air, sanitasi, energi, dan lain-lain) dan tidak membebani daya beli keluarga berpenghasilan rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali menguat pascapandemi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Perumahan, bahan bakar, penerangan, dan air menempati porsi terbesar kedua (28%), yang menyoroti pentingnya akses terhadap perumahan terjangkau dan layanan dasar. Merujuk pada definisi indikator, jika pengeluaran rumah tangga lebih besar dari 30%, tampaknya 0% persentase penduduk Indonesia yang tinggal di perumahan tidak terjangkau. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa data ini belum tentu mewakili seluruh Indonesia, karena survei mungkin tidak mencakup penduduk yang tinggal di permukiman informal atau tunawisma.

Harga properti di Indonesia, berdasarkan data Survei Harga Properti Hunian (SHPP) yang dilakukan di sejumlah 51 kabupaten/kota terpilih, menunjukkan tren kenaikan yang stabil. Data BPS (Sensus Harga Properti) mencatat Indeks Harga Properti Hunian (IHPP) Maret 2024 naik 2,76% YoY; indeks harga rumah naik sekitar 2,97% (kluster berpagar +3,07%; kluster tanpa gerbang +4,83%; dan non-kluster +1,03%) dan harga apartemen turun -1,03%. Kenaikan suku bunga KPR, biaya bahan bangunan, dan harga tanah juga menekan daya beli. Survei BPS mencatat kenaikan harga tanah di lokasi pengembangan sekitar 5% YoY (Maret 2024 vs 2023). Sementara itu, harga bahan bangunan juga meningkat sebesar 17,7% (2019-2024), sementara harga rumah naik sebesar 11,2%, dan apartemen sebesar 5,5%.

Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata tahunan penduduk sebesar USD 2.300 (Rp 37,9 juta), harga rumah rata-rata USD 1.111 per meter persegi (Rp 18,3 juta) menghasilkan rasio sangat tinggi, yakni 48,35 persen, sehingga hampir setengah penghasilan setahun habis hanya untuk membeli satu meter persegi rumah. Namun, bila dibandingkan dengan PDB per kapita Indonesia 2024 yang mencapai sekitar USD 5.000–5.200 (Rp 78,6 juta), rasionya turun menjadi sekitar 21–22%. Rasio utang hipotek terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tercatat sebesar 5,08% pada tahun 2023, menunjukkan peningkatan dari 3,9% pada tahun 2021. 


Selasa, 16 Desember 2025
4 dilihat | 1 menit membaca

Berita dan cerita