Kategori Artikel

SEJARAH HABITAT INDONESIA

Perjalanan menuju Agenda Baru Perkotaan telah dimulai sejak tahun 1960 hingga awal tahun 1970-an. Pada masa itu, wilayah perkotaan mulai mengalami lonjakan jumlah penduduk, yang disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota. Migrasi ini terjadi seiring dengan membaiknya keadaan ekonomi di perkotaan dan semakin meningkatnya kemiskinan di wilayah pedesaan. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk ini juga disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dengan ditemukannya obat-obat dan pengobatan modern, yang berdampak pada penurunan angka kematian bayi serta peningkatan angkat harapan hidup.

 

Laju urbanisasi yang semakin cepat, tetapi tidak berencana ini menyebabkan banyak masalah di perkotaan, contohnya munculnya permukiman liar, bertambahnya kawasan kumuh, dan penurunan kualitas kehidupan di perkotaan. Di negara-negara sedang berkembang, urbanisasi mendorong munculnya permukiman ilegal atau tak berizin yang tidak jarang menjadi sasaran penertiban dan penggusuran pemerintah kota.

 

Meskipun demikian, saat itu dunia masih belum menyadari dan mengakui secara global masalah yang timbul di perkotaan. Hal ini dikarenakan dua pertiga penduduk dunia masih di pedesaan, sehingga kehidupan kota belum menjadi fokus utama. Dunia masih berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai solusi untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan membangun desa. Pada waktu itu, juga dunia internasional masih belum berpengalaman mengatasi berbagai masalah yang ada dalam perkotaan akibat urbanisasi. Dunia belum menyadari, apalagi bahwa urbanisasi juga berpotensi menjadi pemicu muncul dan naiknya angka kemiskinan.

 

Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya urbanisasi, masyarakat cenderung beralih tinggal di kawasan perkotaan, yang mana hal ini menciptakan tekanan baru terhadap lingkungan. Kawasan permukiman menjadi lebih luas dan bertumbuh dengan cepat. Tantangan yang dihadapi penduduk perkotaan kian bertambah contohnya akses terhadap air, ketersediaan pangan, tempat tinggal, energi, transportasi, lapangan pekerjaan, polusi, perlindungan lingkungan, hingga kesehatan mental.

 

Kerangka Kerja Pembangunan Global dan Peta Jalan Habitat I hingga Habitat III 

 

 

Menguatnya permasalahan akibat urbanisasi yang tidak terkendali, terutama terkait isu lingkungan, membuat para pemimpin dunia merasa hal ini sangat penting dan kompleks. Terlebih karena adanya permintaan untuk melaksanakan pertemuan global karena adanya permintaan untuk melaksanakan pertemuan global karena membahas isu-isu tersebut, maka diadakan konferensi di Stockholm pada 5-16 Juni 1972. Konferensi ini secara khusus mendiskusikan tentang permasalahan lingkungan, serta berfokus pada menyediakan panduan aksi bagi pemerintah nasional dan organisasi internasional untuk menghadapi masalah tersebut. 

 

Kemudian pada tahun 1975, majelis PBB membentuk United Nations Habitat and Human Settlement Foundation (UNHSF) di bawah payung United Nations Environment Programme (UNEP). Organisasi ini merupakan tubuh resmi pertama PBB yang menangani urbanisasi, dan juga menjadi cikal bakal United Nations-Habitat (UN-Habitat) saat ini. Pada saat itu, UNHSF bertugas memberikan bantuan modal dan teknis terhadap program nasional terutama di negara yang sedang berkembang. Setelah terbentuknya UNEP, maka pada tahun 1976 untuk pertama kalinya Habitat dilaksanakan, sebagai Konferensi PBB tentang Perumahan dan Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan yang diadakan setiap 20 tahun sekali. 


Minggu, 26 Mei 2024
Profil