Download
Kilas Balik Habitat
Share
Jumlah halaman
140
Publikasi
31 Oktober 2023
Kategori
POLICY AND STRATEGY

Kilas Balik Habitat

Apa yang kerap orang pikirkan ketika mendengar kata “kota”? Mungkin yang terlintas pertama kali di pikiran ketika mendengar kata itu adalah wilayah yang terasosiasi dengan banyaknya gedung bertingkat, kehidupan modern yang maju, sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai, transportasi umum yang canggih, luasnya lapangan pekerjaan, tingginya pendapatan, hunian layak, dan sebagainya. Bayangan kehidupan yang ideal di wilayah perkotaan selalu berhasil menjadi magnet bagi masyarakat untuk hidup menetap di kota. Selain itu, banyak masyarakat yang menjadikan kota sebagai batu loncatan untuk meraih penghidupan layak. Di Indonesia, perkembangan wilayah perkotaan sudah terjadi sejak zaman awal kemerdekaan. Pada masa itu, pemerintah mulai mengembangkan sektor ekonomi dengan membangun berbagai macam industri. Meskipun sumber pendapatan negara saat itu masih tetap didominasi oleh sektor pertanian, adanya industri-industri baru tersebut turut mempercepat perputaran roda ekonomi. Wilayah pusat-pusat industri saat itu pun berkembang menjadi cikal bakal perkotaan. Oleh karena banyaknya kebutuhan tenaga kerja, maka pertambahan penduduk di wilayah-wilayah tersebut sangat signifikan. Kebutuhan akan hunian, fasilitas kesehatan serta pendidikan, transportasi, dan sebagainya pun meningkat. Pembangunan infrastruktur yang terjadi di kawasan industri seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya telah berganti rupa menjadi perkotaan. Pada masa Orde Baru (1960 - 1998), pembangunan perkotaan di Indonesia semakin masif terjadi. Pulau Jawa menjadi pusat pembangunan infrastruktur, dan urbanisasi pun semakin tak terbendung. Saat itu, untuk pemerataan penduduk, pemerintah mencanangkan program transmigrasi ke luar Pulau Jawa. Selanjutnya, pada era Reformasi (akhir 1990-an - 2000-an), tingkat urbanisasi di perkotaan semakin melonjak. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan kota-kota besar, khususnya pada aspek lapangan pekerjaan serta fasilitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. Era yang ditandai dengan sistem demokrasi dan adanya kebebasan berpendapat ini, memungkinkan masyarakat untuk turut berdiskusi terkait penggunaan lahan, pembangunan infrastruktur, transportasi, isu lingkungan, dan lainlain. Pada masa ini juga terjadi desentralisasi pengembangan wilayah, sehingga pemerintah daerah memiliki otonomi untuk mengatur wilayahnya sendiri. Era reformasi terjadi saat dunia sudah banyak menerapkan teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari. Kemudahan yang ditimbulkan dengan adanya penerapan teknologi informasi berpengaruh pula pada adanya gagasan-gagasan smart city di Indonesia. Sistem perkotaan mulai banyak mengadopsi teknologi untuk memudahkan pengelolaannya, misalnya dalam bidang transportasi dan sistem telekomunikasi. Pada masa itu, masyarakat juga mulai menyadari bahwa kota tempat mereka tinggal sudah tidak senyaman dahulu. Pertumbuhan kota yang semakin pesat ditambah semakin tak terkontrolnya populasi, membuat kota menjadi penuh sesak. Hal ini menyebabkan ruang terbuka hijau semakin sulit ditemui, meluasnya perkampungan kumuh, serta meningkatnya ketimpangan sosial, kriminalitas, dan ketidakadilan. Bayangan akan kota yang menyediakan penghidupan layak pun bergeser menjadi hanya tempat untuk mencari pendapatan. Pada era modernisasi, pemerintah semakin gencar mengupayakan penataan perkotaan melalui berbagai seri kerangka kerja. Pemerintah ingin mengembalikan fungsi perkotaan agar layak huni untuk semua masyarakat dan meminimalisir jumlah permukiman kumuh. Era ini juga dibarengi dengan kemajuan teknologi digital yang semakin pesat hingga pengumpulan dan analisis data menjadi alat penting untuk basis pengelolaan kota. Tantangan perkotaan semakin bertambah ketika dihadapkan pada fenomena perubahan iklim. Kota-kota yang terletak di daerah pesisir semakin sering kebanjiran karena naiknya permukaan laut (sea level rise) dan penurunan tanah (land subsidence). Selain itu, bencana alam lain contohnya gempa bumi, turut mengancam keberadaan kota, khususnya pada sarana-sarana maupun permukiman yang dibangun tidak tahan gempa. Kepadatan permukiman dan penggunaan bahan bangunan mudah terbakar (combustible) turut pula meningkatkan potensi kebakaran yang mengancam jiwa. Penataan kota menjadi hal yang penting dan mendesak untuk dilakukan. Selain aktif menyumbangkan gagasan kerangka kerja di konferensi internasional terkait lingkungan, Indonesia juga menerapkan hasil bahasan tersebut di tingkat nasional, contohnya melalui Seknas Habitat, Kemitraan Habitat, dan lain-lain. Indonesia pun menjadi tuan rumah untuk beberapa agenda menuju Habitat III, contohnya The First National Urban Forum, The Sixth Asia Pacific Urban Forum, dan The Asia Pacific Urban Youth Assembly. Konferensi internasional tersebut menyoroti Isu perkotaan yang akan semakin berkembang dari hari ke hari. Ini sejalan dengan yang terjadi di Indonesia, yang diprediksi sebanyak dua pertiga penduduk Indonesia akan hidup di wilayah perkotaan pada tahun 2035. Fenomena ini akan menjadi tantangan sekaligus potensi untuk negara ini. Jika menuju tahun tersebut pengelolaan kota bisa berjalan semakin baik, maka melimpahnya SDM akan mengoptimalkan kontribusi perkotaan untuk negara. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka beban negara terkait perkotaan akan semakin berat dan bertambah. Buku ini merangkum seluruh kilas balik perjalanan perkotaan di Indonesia, khususnya kontribusi negara ini dalam komitmen internasional terkait lingkungan kota: HABITAT. Dalam buku ini terdapat empat bagian. Bagian pertama (Bab 1), berisi gambaran fenomena perkotaan global, kontribusi eksistensi perkotaan pada berbagai bidang, tantangan pengembangannya, serta konteks yang terjadi di Indonesia. Bagian kedua (Bab 2, 3, dan 4) berisi perjalanan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dalam upaya menjalankan berbagai komitmen internasional, untuk menetapkan standar pengimplementasian dalam mewujudkan perkotaan layak huni. Selanjutnya, pada bagian ketiga (Bab 5 dan 6), tulisan pada buku ini fokus pada perkembangan perkotaan di Indonesia pada masa ke masa, beserta potensi peningkatan kelayakannya di masa depan. Terakhir, pada bagian keempat (Bab 7), berisi refleksi terkait upaya pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia dalam usaha menciptakan hunian dan lingkungan perkotaan yang terbuka, ramah, dan layak untuk ditinggali. Dalam bagian tersebut juga dijelaskan potensi, rencana, dan masukan-masukan yang bisa menjadi acuan untuk memaksimalkan peran perkotaan di Indonesia bagi kehidupan masyarakat, khususnya pada tahun Indonesia emas 2045 nanti. Untuk menyajikan sebuah catatan perjalanan yang holistik dalam berbagai perspektif, tim penulis mengelaborasi bahan tulisan dari berbagai sumber. Bahan tulisan dikumpulkan dengan metode wawancara dan studi literatur. Narasumber dipilih dari pihak-pihak yang terlibat langsung dan memiliki perhatian pada pengembangan wilayah perkotaan. Para narasumber tersebut merupakan senior di kementerian PUPR, praktisi dan pemerhati wilayah perkotaan, wartawan, serta guru besar perencana wilayah dan kota. Sementara itu, sumber kepustakaan didapatkan dari buku, dokumen perjanjian internasional, berita, dan laman daring yang terkait. Pada akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh narasumber, kontributor, dan rekan-rekan dari Pusat Studi Infrastruktur Indonesia atas kontribusinya dalam penulisan buku ini. Hadirnya buku ini diharapkan mampu menampilkan secara menyeluruh terkait ruang-ruang pembangunan perkotaan yang telah terisi maupun masih kosong beserta perjalanan dan potensinya. Dengan demikian, harapannya masyarakat bisa turut mengambil peran mengisi ruang kosong tersebut dalam usaha mewujudkan lingkungan kota yang inklusif, adil, layak huni, berkelanjutan, serta tanpa adanya segregasi maupun ketimpangan sosial.  

Publikasi

Ministerial Meeting on Urbanization and Climate Change at COP 27 Summary Report
TECHNICAL REPORT
Ministerial Meeting on Urbanization and Climate Change at COP 27 Summary Report

Keterlibatan UN-Habitat di COP27 difokuskan pada satu pesan utama: kota adalah kunci bagi para pelaku dalam krisis iklim. Itulah sebabnya di COP27... Mulai Membaca

Summary Report Ministerial meeting on Urbanization and Climate Change COP 28
TECHNICAL REPORT
Summary Report Ministerial meeting on Urbanization and Climate Change COP 28

Laporan ini merangkum Pertemuan Tingkat Menteri tentang Urbanisasi dan Perubahan Iklim yang diadakan di COP28 pada tanggal 6 Desember 2023. Acara u... Mulai Membaca