Pengembangan sumber daya manusia menjadi fondasi penting dalam memperkuat daya saing bangsa, khususnya di tengah dinamika global yang menuntut keterampilan, kreativitas, dan kemampuan adaptasi yang tinggi. Upaya peningkatan kapasitas pemuda, tenaga profesional, maupun aparatur pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga pada pelatihan vokasi, penguasaan teknologi, serta pengembangan kompetensi perencanaan dan manajerial. Dengan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pembangunan perkotaan maupun nasional dapat berjalan lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan.

Proporsi anak muda dengan keterampilan teknologi informasi dan komunikasi pada tahun 2019 mencapai 83,58%, melampaui angka dasar 51,83%. Proporsi anak muda dan dewasa usia 15-24 tahun dengan keterampilan TIK di negara Indonesia meningkat dari 91,83% pada tahun 2021, menjadi 93,21% pada tahun 2022, dan mencapai 94,31% pada tahun 2023.

Perencana kota merupakan profesi multidisiplin. Pada tahun 2023, jumlah tenaga profesional yang terhimpun dalam asosiasi perencanaan dan arsitektur di Indonesia, jika digabungkan antara anggota IAP sebanyak 2.300 orang, tambahan IARKI dan IALI sekitar 500 orang, serta anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sebanyak 26.000 orang, mencapai total sekitar 28.800 orang. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 281 juta jiwa, maka proporsinya setara dengan sekitar 10 perencana kota dan arsitek per 100.000 penduduk.

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2024, persentase pemuda yang berstatus NEET tercatat sebesar 23,78%. Dengan kata lain, sekitar 20 dari setiap 100 pemuda di Indonesia tidak memiliki pekerjaan, pendidikan, atau pelatihan. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tingkat NEET pada tahun 2020 yang mencapai 24,28%. Mayoritas pemuda NEET berpendidikan sekolah dasar, dengan persentase 30,36%, sementara kelompok usia 19-24 tahun sebesar 26,37% dan kelompok usia 25-30 tahun sebesar 25,99%. Angka ini cukup tinggi, yang berarti terdapat 52 dari 100 pemuda yang tidak menempuh pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan berada dalam rentang usia tersebut. Upaya untuk menurunkan angka NEET penting dalam mewujudkan ekonomi perkotaan yang inovatif, produktif, dan inklusif, sejalan dengan visi NUA tentang pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan gender, persentase perempuan muda yang berstatus NEET (33,10%) hampir satu setengah kali lebih tinggi daripada laki-laki (14,98%). Sementara itu, dari perspektif regional, tingkat NEET di pedesaan (25,23%) lebih tinggi daripada di perkotaan (22,80%). Angka ini cenderung stagnan, bahkan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Peningkatan kapasitas dalam kebijakan pembangunan perkotaan telah diperkuat, terutama di tingkat pemerintah. Bappenas telah bermitra dengan universitas untuk melatih pegawai negeri sipil sebagai perencana melalui program nongelar dan program gelar ganda serta pascasarjana selama 18 bulan, dengan fokus pada manajemen, pembangunan, dan perencanaan perkotaan. Meskipun tidak ada data statistik yang tersedia mengenai proporsi pemerintah daerah dengan staf terlatih, posisi fungsional kunci—seperti perencana, peneliti, analis kebijakan, insinyur sipil, arsitek, dan perencana tata ruang—memainkan peran yang saling melengkapi dalam merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan. Bersama-sama, mereka memastikan bahwa pembangunan perkotaan dilaksanakan secara efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Menurut data Ikatan Perencana Indonesia (IAP), pada tahun 2023 akan terdapat 2.300 anggota dengan 1.300 anggota telah tersertifikasi. Angka ini menunjukkan peningkatan dari sebelumnya pada tahun 2016 dengan 1.200 anggota. Anggota IAP tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dan telah membentuk 26 kepengurusan provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah perencana dan perancang masih jauh dari kebutuhan yang mencapai 42.000 perencana. Sementara itu, sekitar 1.500 hingga 2.000 perencana dibutuhkan setiap tahunnya untuk perencanaan dan perancangan perkotaan.