Talkshow "Dinamika Warisan Budaya dalam Perspektif Urban Regeneration and Resilience"
Yogyakarta, Oktober 2024 - Dalam Rangka Peringatan Hari Habitat Dunia - Hari Kota Dunia 2024, Kementerian PUPR melaksanakan talkshow dalam bentuk roadshow di empat kota yakni Bandung, Medan, Denpasar, dan Yogyakarta. Rangkaian roadshow yang terakhir, dilaksanakan di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas, Universitas Gadjah Mada pada 14 Oktober 2024 dengan judul “Dinamika Warisan Budaya dalam Perspektif Urban Regeneration and Resilience.”
Talkshow ini mengundang beberapa narasumber yang pakar di bidangnya, yaitu Ir. Yusniewati, M.Sc. (Direktur Rumah Khusus, Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR), Dian Lakshmi Pratiwi, SS, M.A. (Kepala Dinas Kebudayaan DIY), Rizky Fardhyan (UNESCO Jakarta), Dr. Johannes Widodo (National University of Singapore), dan Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A, Ph.D (Guru Besar Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM), serta dimoderatori oleh Dr. Ir. Tri Mulyani, S.T. (Dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM).
Ibu Yusniewati banyak membahas mengenai penanganan kebutuhan perumahan di Direktorat Jenderal Perumahan yang harapannya dapat dilanjutkan pada kabinet berikutnya. Prioritas penanganan perumahan fokus pada penyediaan hunian di IKN, daerah otonomi baru, kawasan terdampak bencana dan 3T (terluar, terpencil, tertinggal), mendukung penanganan kumuh, perumahan padat karya untuk mengatasi kemiskinan ekstrem dan stunting, serta pelaksanaan pekerjaan direktif presiden. Integrasi budaya dalam program perumahan di Kementerian PUPR dapat dilihat pada sejumlah rumah khusus yang telah dibangunan dengan mengangkat konsep arsitektur yang mengedepankan kearifan tradisional dan memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Ibu Dian Lakshmi, membahas mengenai upaya pemerintah daerah dalam melestarikan budaya dan kawasan cagar budaya di DIY melalui kebijakan dan regulasi. Pemerintah daerah juga membentuk Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya (BPKCB) yang terdiri dari berbagai stakeholder, seperti pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat yang bersama-sama mendukung kelestarian budaya dalam perkembangan kota.
Pak Rizky Fardhyan menjelaskan bahwa prinsip pelestarian budaya UNESCO bepegang kepada nilai-nilai tradisional yang asli dari suatu daerah dan didukung oleh prinsip SDGs serta New Urban Agenda yang fokusnya pada keberagaman yang menguatkan struktur sosial. Perlu diperhatikan oleh perencana untuk melibatkan nilai-nilai budaya pada kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam pembangunan yang sifatnya beautifikasi, seperti monumen dan bangunan bersejarah, untuk melanggengkan nilai-nilai tersebut di masyarakat.
Pak Johannes Widodo menekankan konsep ketahanan kota yang meliputi kesiapsiagaan pekotaan, pendekatan holistik, adaptasi iklim, dan keterlibatan masyarakat. Untuk mencapai ketahanan kota, pemangku kebijakan perlu menanamkan mindset untuk hidup dengan alam dan bahwa warisan untuk generasi mendatang bukan berupa bangunan, monumen, dan sebagainya yang sifatnya fisik, tetapi kelestarian alam yang terjaga sejalan dengan kebutuhan manusia yang terpenuhi.
Pak Bobi membahas mengenai prinsip-prinsip urban renewal/revitalization/regeneration, yang mengakomodasi kebutuhan dan aktivitas penghuni melalui optimalisasi sumber daya. Akan tetapi, koridor pembangunan yang berkelanjutan perlu diterapkan, seperti ramah lingkungan, diterima secara sosial dan politik, layak secara ekonomi, dan memperkuat identitas lokal.
Talkshow ini juga mengundang penanggap dari mahasiswa, yaitu Felicia Ulima (Mahasiswa PWK UGM) dan Kemuning Adiputri (Jogja Heritage Society), sebagai perwakilan generasi muda untuk mengutarakan idenya mengenai dinamika warisan budaya dalam perkembangan kota.
Pada talkshow tersebut, salah satu peserta bertanya mengenai pembiayaan yang digunakan oleh Pemerintah DIY untuk pelestarian cagar budaya yang dapat dicontoh oleh daerah lain. Ibu Dian, menjawab bahwa dana keistimewaan bukan satu-satunya sistem pembiayaan yang digunakan di DIY, dan upaya pelestarian cagar budaya telah dilakukan sebelum adanya undang-undang keistimewaan. Yang bisa dicontoh dari penataan kota berbasis budaya di DIY adalah komitmen untuk menjaga identitas kota dan masyarakat merasa memiliki kota, untuk selanjutnya bersama-sama berusaha untuk menjaga kelestarian kota oleh seluruh pihak. Penyematan warisan budaya oleh UNESCO kepada DIY merupakan koridor regulasi untuk pengembangan kota kedepannya.