Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) semakin menjadi fondasi penting dalam pengelolaan kota modern. Kehadiran infrastruktur digital, sistem manajemen lalu lintas cerdas, tata ruang daring, hingga penerapan e-governance berperan besar dalam meningkatkan efisiensi pelayanan publik dan keterlibatan masyarakat. Transformasi digital ini tidak hanya mendukung transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, tetapi juga mendorong terwujudnya kota cerdas yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.

Pengembangan platform data dan digital yang partisipatif dan mudah digunakan melalui e-government dan perangkat tata kelola digital yang berpusat pada warga negara secara sinergis mendorong pengembangan Pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara untuk pelayanan publik. Hal ini tercermin dari peningkatan signifikan jumlah Pemanfaat Sistem Elektronik yang terdaftar dari 197 instansi pada tahun 2019 menjadi 397 instansi pada tahun 2023, yang terdiri dari pemerintah pusat (107 instansi) dan pemerintah daerah (259 instansi) di berbagai tingkatan (158 kabupaten, 66 kota, dan 26 provinsi). Sejalan dengan itu, perluasan Program Kota Cerdas juga mengalami kemajuan pesat: antara tahun 2020–2022, 191 kota dan kabupaten berpartisipasi, dan pada tahun 2024 jumlahnya meningkat menjadi 251, yang terdiri dari 174 kabupaten (41,83%) dan 77 kota (78,57%). Bersama-sama, tren ini menunjukkan meningkatnya sinergi antara tata kelola digital dan inisiatif kota pintar, yang memperkuat penyediaan layanan publik dan inovasi perkotaan di seluruh Indonesia.

Dalam kurun waktu 2020-2023, Indonesia mencatat kemajuan signifikan dalam pemanfaatan TIK, ditunjukkan dengan peningkatan akses internet rumah tangga hingga mencapai 87,09% pada tahun 2023 dan peningkatan akses internet individu dari 53,73% pada tahun 2020 menjadi 69,21% pada tahun 2023. Namun demikian, masih terdapat kesenjangan akses TIK, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antarwilayah, dengan tantangan utama berupa keterbatasan infrastruktur, kondisi geografis, dan jangkauan sinyal yang belum merata. 

Dalam kurun waktu 2020-2023, Indonesia mencatat kemajuan signifikan dalam pemanfaatan TIK, ditunjukkan dengan peningkatan akses internet rumah tangga hingga mencapai 87,09% pada tahun 2023 dan peningkatan akses internet individu dari 53,73% pada tahun 2020 menjadi 69,21% pada tahun 2023. Namun demikian, masih terdapat kesenjangan akses TIK, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antarwilayah, dengan tantangan utama berupa keterbatasan infrastruktur, kondisi geografis, dan jangkauan sinyal yang belum merata.

Jumlah kota di Indonesia yang telah menerapkan  Sistem Kendali Lalu Lintas Kawasan (ATCS) terus meningkat, dari 49 kota pada tahun 2020 menjadi 53 kota pada tahun 2024. Penerapan ATCS dan Intelligent Transport System (ITS) di berbagai kota di Indonesia telah menunjukkan manfaat terukur yang signifikan dalam mengurangi kemacetan, meningkatkan keselamatan, dan efisiensi energi. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2022), penerapan ATCS di kota-kota seperti Bandung, Semarang, dan Surabaya dapat mengurangi waktu tunggu kendaraan di persimpangan sebesar 15-25%. Di Yogyakarta, kecepatan kendaraan rata-rata meningkat dari 18 km/jam menjadi 24 km/jam setelah penerapan ATCS pada jam sibuk. Sementara di Jakarta, integrasi sistem dengan pusat kendali Jakarta Smart City telah meningkatkan efisiensi lalu lintas hingga 30% di beberapa koridor utama.

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang tersedia daring melalui sistem GISTARU (Sistem Informasi Geografis Tata Ruang). Berdasarkan data per 6 Maret 2024, dari 38 provinsi di Indonesia, 34 provinsi telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, 415 RTRW Kabupaten, dan 93 RTRW Kota.

Pada periode 2021 hingga 2024, berdasarkan diagram dan data numerik, mayoritas simpul jaringan masih berada pada tahap “Established” dengan 57 simpul atau sekitar 58,16%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar instansi baru memulai pengembangan dan memiliki data geospasial yang mulai dikembangkan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Meskipun demikian, terjadi peningkatan dari tahun 2021, yakni sekitar 32,3% (166 dari 514 kabupaten/kota) yang telah memiliki simpul jaringan informasi geografis, sedangkan pada tahun 2024 meningkat hingga mencapai 100%, yakni seluruh 98 kota dan 416 kabupaten di Indonesia telah memiliki simpul jaringan geografis.